Kekuatan di Balik Khayalan dan Imajinasi
Senin, 5
September 2016
Hai,
bagaimana kabar mimpi-mimpimu?
Apa
kau tinggal begitu saja?
Tepat setahun sudah, hari ini ribuan
mahasiswa baru berbondong-bondong pergi ke kota. Ada jutaan mimpi yang mereka siapkan,
entah apakah kuliah ini juga bagian dari mimpi mereka atau hanya sekedar
kegiatan penyibuk semata. Namun, di balik itu semua ada kebanggaan tersendiri ketika
orang tua dapat menyekolahkan anaknya di tingkat tinggi, terlebih jika mereka
berasal dari keluarga kurang mampu.
“Biaya
kuliah sekarang mahal nak”
Ketika
kita dihadapkan pada kondisi hidup yang sangat mencekik, sekecil apapun
nominalnya pasti akan terasa berat.
Setahun lalu akulah mahasiswa baru
itu, seorang gadis dengan tubuh kurus dan bepakaian kusut. Tuan, mimpiku telah
diobrak-abrik, tubuhku dicambuk, aku lemas, aku tak berdaya. Bagaimana tidak,
dalam bayanganku menjadi seorang mahasiswi desain yang lulus dengan predikat
cumlaude di salah satu universitas ternama di Surabaya, bekerja di dinas
perindustrian dengan kartu nama keren, kemudian melanjutkan S2 di luar negeri
untuk memperdalam desain produk. Realitasnya, sekarang aku hanyalah mahasiswi
yang salah jurusan.
Kujalani
kuliah pertama dengan semangat seadanya, mayoritas teman-temanku berasal dari
pesantren atau minimal mereka berasal dari Madarasah Aliyah. Memanglah sangat
jauh, jika dibandingkan denganku yang hanya lulusan SMAN dengan kadar
pengetahuan agama seadanya. Di bagian ini, kadang aku sedikit tertawa, berani-beraninya
aku kuliah di universitas yang bernuansa Islam, terlebih untuk mengkaji ilmu
filsafat.
Semester
pertama, buku-buku tebal itu tak akrab padaku, kuliahku hanya sekedar absensi,
hanya untuk formalitas semata. Aku pura-pura aktif di kelas hanya untuk
menutupi ketidakberdayaanku di masa lalu. Tak bertujuan dan tak berarah, aku
menangisi jiwa ini dengan segenap penyesalan di masa lalu. Aku tak lagi
menggambar, waktu banyak ku habiskan hanya untuk menata jiwa.
Selang
beberapa bulan kemudian, nampaknya Tuhan dan alam berkorelasi untuk mewujudkan
mimpiku. Pada semester pertama IPK ku tergolong tinggi di jurusan ku, mendekati
3.5 dan syukur alhamdulillah pada liburan semester pertama aku mulai menggambar
lagi dan mulai berani mengambil job desain. Mulai dari desain untuk kado ulang
tahun, kado wisuda, bahkan kado pernikahan juga. Di titik ini adalah awal di
mana aku mulai bangkit dan bersemangat untuk berkarya lagi dan lagi.
Penuh
syukur alhamdulillah, pada semester kedua, waktu tak lagi hanya tergunakan
untuk memikirkan kegagalan di masa lalu. Berbagai lomba yang berhubungan dengan
desain mulai ku ikuti. Beberapa sertifikat dan rupiah pun terkantongi. Bahkan
aku juga sempat menjuarai lomba creative project yang diadakan oleh kampus yang
menolakku dulu. Lalu bagaimana dengan job desain? tak jauh berbeda dengan
semester pertama, di semester kedua job desain ku membanjir. Lalu bagaimana
pula dengan nilai IPK? di semester ini IPK ku lebih dari 3.5, alhamdulillah
semua yang terjadi sekarang di luar ekspektasiku.
(Juara 2 - Lomba Creative Project di ITS)
(Juara 3 - Lomba Desain Kartu Lebaran di Klaten)
Jatuh
bangun dalam hidup itu wajar, mahasiswi yang dahulu menganggap dirinya salah
jurusan, kini telah berani untuk meninggalkan zonanya. Karena satu hal yang
harus kita ingat “jangan jadikan jurusan sebagai alasan yang menghalangi kita
untuk berkarya”.
Memasuki
tahun kedua, semester ketiga, mungkin masih banyak lagi rahasia-rahasia yang
belum kita ungkap dan kado-kado yang menanti dengan sabar untuk kita buka. Bagitu
indah bukan!. Sekarang aku mulai percaya bahwa khayalan dan imajinasi di masa
lalu memiliki kekuatan dan berdampak pada masa depan.
“Hidupmu
akan berakhir ketika kamu berhenti bermimpi dan jika mimpi yang kamu
impi-impikan itu tak kau dapat sekarang, percayalah dikemudian hari Tuhan akan
menjawab mimpimu”. (Bertekad)
Dwi Artiningsih, mahasiswi filsafat tahun ke dua, semester ketiga di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA). Aku bukanlah aktivis, keseharianku banyak dihabiskan untuk menulis, menggambar dan mengikuti beberapa lomba desain dan menulis.
Dwi Artiningsih, mahasiswi filsafat tahun ke dua, semester ketiga di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA). Aku bukanlah aktivis, keseharianku banyak dihabiskan untuk menulis, menggambar dan mengikuti beberapa lomba desain dan menulis.
Nb:
Semua cerita di atas adalah real story, berbagi arti kehidupan lewat tulisan.